Sejarah Pura Gunung Kawi Tampaksiring Gianyar

Sejarah Pura Gunung Kawi Tampaksiring Gianyar
Pura Gunung Kawi atau di sebut juga Candi Gunung Kawi merupakan situs arkeologi berupa candi yang dipahatkan pada dinding batu cadas di tebing Sungai Pakerisan, yang sangat indah dan asri. Jalan menuju ke sana juga melewati terasering-terasering sawah penduduk yang sangat cantik, apalagi saat musim padi menguning, benar-benar pemandangan bak surga.

Menurut sejarah, Pura Gunung Kawi Tampaksiring merupakan Sthana/ tempat pemujaan raja Bali yang bernama Anak Wungsu. Anak Wungsu sendiri merupakan putra dari Raja Udayana.

Diceritakan Raja Udayana dengan permaisurinya Gunapriya Dharmapattni mempunyai 3 orang putra yakni Airlangga, marakata dan Anak Wungsu. Airlangga sebagai putra sulung akhirnya menjadi Raja Kediri di Jawa Timur, sedangkan Marakata dan Anak Wungsu meneruskan tahta Raja Udayana di Bali.

Setelah Raja Udayana wafat, tahta digantikan oleh Marakata pada tahun 1025 M, kemudian setelah Marakata wafat tahta digantikan oleh adiknya yaitu Anak Wungsu (1049 Masehi sampai tahun 1080 M). Raja-raja inilah yang setelah wafat di stanakan di Candi Gunung Kawi Tampaksiring.

Pada dinding Candi ditemukan tulisan Kediri Kwadrat yang berbunyi "Haji Lumah Ing jalu" yang artinya "raja yang dicandikan di Jalu". Sedangkan Candi kedua terdapat tulisan "Rwa Nak ira" yang artinya "dua putra beliau". Sehingga dapat disimpulkan bahwa candi terbesar adalah Stana Udayana, dan candi yang kedua adalah stana dari putra-putranya.

Pada Prasasti Tengkulak berangka tahun 945 saka (1023 Masehi) yang dibuat pada masa pemerintahan Sri Haji Paduka Cri Dharmawangsa Marakata Pangkaja Stanattunggadewa, mengisahkan tentang keadaan pertapaan (Kantyangan) Amarawati yang terletak di sekitar Sungai pakerisan, yang dimaksud dalam prasasti tersebut adalah area candi Gunung Kawi Tampaksiring tersebut.

Disamping sebagai tempat pemujaan bagi leluhur, Candi Gunung Kawi juga sebagai pusat pelatihan spiritual dan keagamaan.

Di sebelah Selatan Candi Gunung Kawi terdapat campuhan yang merupakan pertemuan antara dua aliran sungai yakni Sungai Pakerisan dan Sungai Bulan. Sesuai dengan kepercayaan masyarakat Hindu, tempat ini dipercaya sebagai tempat penyucian diri.

Sampai saat ini masyarakat masih percaya dan memanfaatkan air suci/ Tirta yang terdapat di Pura Gunung Kawi untuk keperluan upacara keagamaan.

Sumber: Dinas Pariwisata Pemkab Gianyar, Bali.

Posting Komentar untuk "Sejarah Pura Gunung Kawi Tampaksiring Gianyar"